Bantuan Sosial (Bansos) Covid-19 Sulsel, Eks Pejabat Kemensos Terseret

JURNALREALITAS.COM, MAKASSAR – Selasa (26/1/2021) lalu, Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan mengumumkan jika rangkaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas skandal Program Bantuan Sosial (bansos) Covid-19 Pemprov Sulsel telah dirampungkan. LHP itu menjadi muara dari proses pemeriksaan serta mekanisme persidangan yang dilaksanakan oleh Majelis Pertimbangan Penyelesaian Kerugian Daerah (MP-PKD) Provinsi Sulsel. Selanjutnya, LHP tersebut diserahkan ke Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah.   Namun, tak banyak yang diungkapkan inspketorat perihal isi LHP atas skandal yang terlanjur memantik spekulasi publik Sulsel akan terjadinya praktik penyimpangan menjurus ke tindak kejahatan korupsi.

Kepala Inspektorat Provinsi Sulsel Sri Wahyuni beralasan bahwa hasil pemeriksaan hingga persidangan tersebut tidak bisa diungkap secara terbuka ke publik karena masih dalam penanganan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).   Dia lantas menyebutkan LHP program Bansos Covid-19 Pemprov Sulsel itu juga bersifat rahasia dengan merujuk pada PP Nomor 12/2017 tentang pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah.   Kendati demikian, Sri Wahyuni menyebut ada pejabat yang terlibat dalam skandal Bansos Covid-19 Pemprov Sulsel meski kekeuh menutup rapat siapa dan sejauh mana keterlibatan pada skandal yang ditengarai menimbulkan kerugian fiskal pemerintah provinsi.  

Meski begitu, dia tidak mengelak jika hasil temuan yang termaktub dalam LHP itu berpotensi ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum (APH) jika dinilai terjadi tindak pidana korupsi, dengan catatan ada dukungan dari Gubernur Sulsel selaku pemegang keputusan lingkup Pemprov Sulsel.

Sebagai informasi, rangkaian pemeriksaan melalui Sidang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TP-TGR) secara intensif berjalan dalam beberapa waktu terakhir.    Beberapa nama pejabat lingkup Pemprov Sulsel juga telah menjalani persidangan tersebut, di mana salah satunya adalah Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos) Dinsos Provinsi Sulsel atas nama Kasmin yang saat ini telah dinonaktifkan.  

Kasmin yang menjalani persidangan pada pekan lalu itu mengungkapkan jika dirinya mengalami semacam upaya gratifikasi dari vendor rekanan program Bansos Covid-19 Sulsel berupa pengadaan paket kebutuhan pokok bagi masyarakat rentan.   Dalam persidangan itu, dia menyebut upaya gratifikasi terhadap dirinya itu dilakukan oleh dua perantara atas nama Albar dan Sandi yang hendak memberikan uang tunai Rp170 juta bersumber dari PT Rifat Sejahtera, vendor pengadaan paket bahan pokok program Bansos Covid-19 Sulsel.  

Kasmin mengklaim menolak secara tegas uang tersebut, namun penolakan itu justru membuatnya harus berurusan dengan Sekda Provinsi Sulsel Abdul Hayat Gani. Belakangan diketahui jika Albar dan Sandi yang berupaya menyerahkan Rp170 juta ke Kasmin, adalah orang kepercayaan dari Sekda Provinsi Sulsel.   Sebagai informasi, program Bansos Covid-19 Pemprov Sulsel itu dilaksanakan pada medio Mei 2020 lalu seiring dengan pemberlakukan PSBB serta langkah jaring pengaman sosial terhadap masyarakat rentan yang terdampak ekonomi atas pandemi.   Program bansos itu dijalankan oleh Dinas Sosial Provinsi Sulsel dengan anggaran Rp16,3 miliar dari APBD Sulsel 2020 yang dikonversi menjadi paket kabutuhan pokok untuk kemudian disalurkan kepada masyarakat pada 24 kabupaten/kota di Sulsel.  

Dalam perjalanannya, APIP Provinsi Sulsel menemukan adanya indikasi kerugian negara melalui praktik mark up yang dilakukan pejabat terkait. Sehingga rangkaian pemeriksaan dilakukan sehingga sedikit demi sedikit sejumlah fakta mulai terbuka termasuk pengungkapan keterlibatan Sekda Provinsi Sulsel seperti yang dikemukakan Kasmin dalam persidangan.  

Pada kesempatan terpisah, Kasmin yang dikonfirmasi oleh Bisnis.com, Rabu (27/1/2021), tidak menampik telah mengungkapkan beberapa pernyataan perihal upaya gratifikasi terhadap dirinya serta menyeret nama Sekda Provinsi Sulsel dalam sidang TP-TGR beberapa waktu lalu.   Kendati demikian, dia menolak jika disebut telah melakukan penyimpangan dalam pengadaan paket bantuan pokok melalui skema Program Bansos Covid-19 Provinsi Sulsel pada 2020 lalu.  

 “Saya menegaskan tidak ada unsur kerugian daerah karena seluruh rangkaian pengadaan bantuan itu sesuai dengan mekanisme termasuk pendistribusiannya,” kilah Kasmin.  

Dia juga tidak mengetahui secara detail alasan dirinya dinonaktifkan sebagai Kabid Linjamsos Dinsos Sulsel oleh gubernur, serta menolak berspekulasi lebih lanjut.  

“Tanyakan saja langsung ke Gubernur, saya no comment (terkait penonaktifan sebagai Kabid Linjamsos),” pungkasnya.

Pada kesempatan berbeda, Sekda Provinsi Sulsel Abdul Hayat Gani membantah keterlibatan dirinya, dan menyatakan tudingan tersebut merupakan upaya untuk merusak nama baiknya sebagai pejabat pemerintahan.   Dia bahkan sempat ingin menempuh jalur hukum dan melaporkan Kasmin atas laporan pencemaran nama baik meski akhirnya mengurungkan rencana itu dengan dalih persoalan tersebut merupakan persoalan internal.

“Ini ibarat bapak dan anak, akan diselesaikan secara internal. Kita sudah serahkan kepada APIP. Jadi, jangan kita komentari lagi. Kalau ada komentar di luar APIP itu akan susah lagi,” terang Hayat.  

Lebih lanjut, pria yang pernah menjabat sebagai Direktur Penanganan Fakir Miskin Wilayah III Ditjen PFM Kemensos RI ini mengaku tak ingin memperbesar persoalan tersebut di luar ranah yang sudah ditentukan. Apalagi menurutnya, persoalan itu sudah ditangani APIP meski Hayat tidak memaparkan secara rinci terkait penyelesaian secara internal yang dimaksud.  

Sementara itu, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah membenarkan adanya masalah pada program Bansos Covid-19 di Dinas Sosial Sulseldan menyatakan siap menindak bawahannya jika benar terlibat dalam dugaan kasus korupsi.   Nurdin mengaku tidak akan pandang bulu agar penyelesaian kasus tersebut bisa segera tuntas. Untuk sanksi pencopotan yang dilakukan merupakan konsekuensi atas kesalahan yang dilakukan oleh pejabat bersangkutan.  

“Jika ada pencopotan, itu adalah bentuk sanksi sebagai konsekuensi atas kesalahan pejabat yang tidak bekerja secara teliti,” jelas Nurdin.

Secara keseluruhan, skandal Bansos Covid-19 Sulsel ini masih membutuhkan pembuktian lantaran Inspektorat Sulsel mengklasifikasikan persoalan tersebut masih dalam APIP sehingga belum terjamah oleh Aparat Penegak Hukum (APH).    Meski begitu, sejumlah elemen berharap agar skandal Bansos Covid-19 Sulsel itu bisa ditangani oleh Aparat Penegak Hukum (APH) agar tidak menimbulkan sepekulasi lebih liar di publik.   

Desakan agar APH segera mengusut skandal tersebut juga bersumber dari Anti Corruption Committe (ACC), lembaga yang pernah dipimpin mantan Ketua KPK Ibrahim Samad, karena temuan awal terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dengan modus penggelembungan anggaran sudah nampak.

Peneliti ACC Angga Raksa mengatakan titik dugaan korupsi sudah terlihat indikasi penggelembungan anggaran, kemudian keterangan Kasmin yang menngungkap adanya upaya gratifikasi dengan fasilitasi orang dekat Sekda Provinsi Sulsel serta beberapa temuan lainnya.   Dia juga menilai status non aktif Kasmin sebagai Kabid Linjamsos oleh Gubernur Sulsel, sudah menjadi kode adanya tindak kejahatan korupsi.

 “Terlepas terlibat atau tidak, penegak hukum harus menelusuri pengakuan Kasmin tersebut yang juga menyebutkan nama Abdul Hayat,” jelas Angga.   Dia menegaskan, APH seharusnya lebih proaktif dan tidak pasif dalam mengusut dugaan korupsi dana bansos yang diduga melibatkan sejumlah pejabat pemerintahan. Bahkan APH diminta untuk turut memeriksa semua pihak termasuk gubernur, sekprov, dan lainnya. (***)