Pengerjaan Proyek Sumur Bor TA 2013/2014 Di Desa Nagahuta Diduga Sarat Unsur Korupsi
Foto: Proyek Sumur bor yang menempel pada bangunan Mesjid Al-Muhajirin. Tabung air tanpa atap pelindung dan pagar pengaman keliling.

JURNALREALITAS.COM, PEMATANG SIANTAR – Proyek pembuatan sumur bor TA 2013 pelaksanaan Tahun 2014 di desa Nagahuta, Kelurahan Setia Negara, Kecamatan Siantar Sitalasari diduga sarat dengan indikasi korupsi, Dugaan itu didasarkan temuan dan informasi langsung dari warga  di lapangan. Dimana, pengerjaan proyek tersebut terkesan asal jadi. Sehingga keadaan tersebut sangat merugikan masyarakat penggunanya yaitu warga di desa Nagahuta Gg. Famili dan Gang Bersama.

Foto: Pipa air “abal-abal” Non SNI berdiamater 2 inchi, panjang 6 meter yang dipergunakan oleh pemborong dalam proyek pembuatan sumur bor di Naga Huta.
Foto: Pipa air “abal-abal” Non SNI berdiamater 2 inchi, panjang 6 meter yang dipergunakan oleh pemborong dalam proyek pembuatan sumur bor di Naga Huta.

Awal mula proses pembutan proyek sumur bor tersebut adalah adanya usulan dari pihak dinas Tarukim Kota Siantar untuk masyarakat setempat. Dimana di lokasi desa Naga huta khususnya Gang Family dan Gang Bersama saat itu belum mendapat supply air bersih yang memadai. Dari usulan tersebut maka warga bersama pihak Dinas Tarukim berunding dan sepakat dibuatlah sumur bor tersebut di lokasi Gang Famili tempatnya menempel dengan bangunan Masjid Al-Muhajirin.

Diperkirakan ada sekitar 40 KK warga Gang Famili dan Gang Bersama yang mempergunakan air dari sumur bor tersebut. Dimana setiap KK (Kepala keluarga) dikenakan biaya  Rp 60 (enam puluh) ribu per bulan ditambah Rp.10.000 sebagai biaya perawatannya.

Dalam proses pembuatan sumur bor tersebut, Masyarakat sekitar diperkirakan merugi sekitar Rp 12 (dua belas) juta karena “BELUM LAGI SERAH TERIMA SUDAH TIDAK BERFUNGSI SAMA SEKALI”. Tidak berfungsi dikarenakan seluruh pipa-pipa yang mengalirkan air dari tabung ke rumah-rumah warga sudah bocor. Hal tersebut disebabkan karena pipa sepanjang 500 meter dengan diameter 2 inchi tersebut sudah pecah-pecah dan sudah keropos. Diduga pipa-pipa tersebut adalah pipa abal-abal atau istilah umumnya lelesan, kata beberapa warga sekitar dan salah seorang warga  bermarga Batubara (33) yang saat ini bertugas sebagai operator atau petugas yang merawat dan mengontrol serta memperhatikan keadaan sumur bor dan kondisi air di bak tabung penampungan. Dari Kerugian masyarakat tersebut, pihak pemborong hanya mengganti pipa sebanyak 10 buah saja. pipa 2

Atas inisiatif  dan swdaya masyarakat akhirnya sumur bor tersebut dapat dipergunakan. Dan warga untuk mengatasi masalah listrik padam, pihak warga mendapat bantuan berupa satu buah mesin Genset dengan kapasitas daya 2200 Watt dari seorang jemaah mesjid Al – Muhajirin dan bantuan satu buah, tabung kecil dengan kapasitas 500 liter.

Karena dalam proyek sumur bor tersebut, fasilitas yang diberikan oleh dinas Tarukim hanya 2 buah tabung air dengan kapasitas 5.000 liter dimana kondisinya sekarang sudah mulai retak-retak karena tidak adanya atap pelindung tangki dari terpaan air hujan dan sinar matahari serta tidak adanya pagar keliling sebagai pengaman.

Terkait kerugian pipa yang hanya diganti oleh pemborong sebanyak 10 buah pipa, warga berkomentar “kami seperti dianak tirikan saja oleh dinas Tarukim. Karena  di tempat lain semua difasilitasi. Mulai dari mesin Genset, pagar keliling pengaman bak penampungan air bahkan tabung yang pecah akibat kena panas dan hujan langsung diganti dengan cepat, oleh mereka (Dinas tarukim). Sementara di tempat kami dibiarkan begitu saja, kata salah seorang warga yang tidak mau disebut namanya.

Kami pingin dana kami yang sempat keluar sebanyak Rp 12 (dua belas Juta) untuk menggantikan pipa sepanjang 500 meter tersebut diganti atau dikembalikan. Karena kami merasa kami telah dibodoh-bodohi oleh pihak dinas Tarukim dan Pemborong. Mereka hanya pencitraan saja. Tetapi kerugian ada pada kami, kata mereka.

Ketika wartawan mengkonfirmasi langsung ke kantor Dinas Tarukim, Mispa Tarigan, SH selaku PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dalam proyek pembuatan sumur bor tersebut mengatakan “proyek tersebut telah diserahkan kepada masyarakat melalui KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) jadi bukan tanggung jawab kami lagi. Terkait pertanyaan wartawan yang mempertanyakan masalah pipa yang sebelum serah terima tapi sudah bocor-bocor dan yang mengakibatkan kerugian masyarakat ±Rp.12 juta., lebih jauh Mispa mengatakan silahkan hubungi langsung pemborong nya (Pihak yang melaksanakan pengerjaan proyek tersebut, red)

Ketika wartawan mencoba menghubungi Sakti Sihombing selaku pemborong melalui via seluler, yang bersangkutan selalu menghindar dan tidak dapat memberikan penjelasan yang tepat. Serta  terkesan mengulur-ulur waktu serta mengalihkan pembicaraan.. Sampai berita ini diturunkan pihak media belum mendapatkan jawaban dan konfirmasi yang jelas dari yang bersangkutan.

Dalam pelaksanaan dan pengerjaan proyek yang menghabiskan dana sebesar Rp 300 juta ini diduga ada permainan antara pihak dinas Tarukim dalam hal ini PPK dengan Pemborongnya. Dan dalam proyek ini diduga sarat dengan unsur korupsi. Dengan indikasi ditemukannya pipa air yang tidak berstandar SNI dan terkesan abal-abal. Patut diduga biaya yang seharusnya dipergunakan untuk membeli pipa berstandar SNI masuk ke kantong pribadi pemborong dan PPK dengan menggantikannya dengan pipa abal-abal (non SNI) sehingga belum lagi serah terima pipa-pipa tersebut sudah pada rusak terlebih dahulu.

Sudah selayaknya proyek ini patut dikaji ulang oleh pihak yang berkompeten, dalam hal ini pihak inspektorat dan BPK. Karena dalam hal pembuatan sumur bor ini patut diduga dan dicurigai antara pemborong dan PPK melakukan persekongkolan untuk melakukan tindak pidana  korupsi.

Tindakan tersebut telah melanggar Undang-Undang Nomor 31  Tahun 1999 tentang Pemberantasan korupsi Bab II pasal (2) yang berbunyi: Setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan dengan denda Rp.200 juta dan paling banyak Rp. 1 M (Baringin P. Sihombing)