PP 99/2012: Remisi Terpidana Narkoba Hanya yang Divonis 5 Tahun ke Atas

Jurnal Realitas.com, Jakarta | PP 99/2012 tentang pengetatan remisi, asimilasi dan pemberian bebas bersyarat digugat ke Mahkamah Agung (MA). Dalam PP tersebut, pemerintah memperketat pemberian remisi bagi terpidana terorisme, narkotika, korupsi, illegal logging dan kejahatan transnasional.

Dalam Pasal 34 PP No 32/1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, narapidana mendapatkan remisi dengan syarat berkelakuan dan telah menjalani masa pidana lebih dari bulan.

Untuk mendapatkan syarat tersebut, narapidana tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu bulan terakhir, terhitung sebelum tanggal pemberian remisi. Selain itu narapidana tersebut telah mengikuti program pembinaan yang diselenggarakan oleh Lapas dengan predikat baik.

Nah, lewat PP 99/2012 aturan itu diperketat bagi narapidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan HAM yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya. Syarat baru itu:

1. bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya

2. telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi; dan

3. telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh Lapas dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme serta menyatakan ikrar. Ikrar ini berbunyi: setia terhadap NKRI dan janji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya.

4. Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika hanya berlaku terhadap narapidana yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun.

Selain mengatur remisi, PP 99/2012 ini juga mengatur soal pengetatan asimilasi dan pemberian bebas bersyarat.

Gugatan terhadap PP ini dilayangkan Yusril Ihza Mahendra yang membela kliennya. “Pemohon atas nama Rebino dengan kuasa hukum Yusril Ihza Mahendra dengan nomor perkara 51 P/HUM/2013,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur, saat berbincang dengan detikcom, Jumat (12/7/2013).

Sumber: detik.com