Wajah Pendidikan Indonesia Sebelum Pandemi (Bagian I)

JURNALREALITAS.COM, OPINI – Rata-rata orangtua murid di Indonesia mengeluhkan masalah yang sama, yaitu biaya pendidikan yang semakin tinggi dan tidak terjangkau. Bahkan biaya pendidikan kita termasuk yang termahal di dunia.

Sementara tingkat pendidikan kita menurut PISA (Programme for International Student Assessment) semakin rendah, yaitu peringkat 7 negara terendah/terbawah.

Apakah tingginya biaya pendidikan diimbangi dengan kualitas tenaga pengajar? Sayangnya tidak. Masih banyak pengajar yang memakai sistem lama pendidikan yang sebenarnya sudah tidak bisa diterapkan/relevan dalam pendidikan masa kini.

Contoh: PPKn (pengganti PMP) masih dinilai dari hafalan bukan penerapan sehingga sampai tingkat perguruan tinggi pun masih ada dan wajib. Padahal akan sangat memudahkan bila para siswa diajak praktek melihat/mengamati/menganalisa di lingkungan tempat tinggalnya. Bisa saja dengan membuat video/foto/kliping toleransi dan intoleransi di lingkungannya masing-masing. Atau melalui berita surat kabar/majalah/media online yang bisa menjadi diskusi bersama keluarga atau teman-temannya.

Dengan penerapan seperti ini, tanpa disadari, sekolah bisa melihat keluarga siswa yang bermasalah dalam penerapan nilai-nilai Pancasila dan kebinekaan. Sehingga ditingkat perguruan tinggi sudah tidak perlu lagi ada. Dan lebih fokus pada materi-materi yang diperlukan di dunia kerja.

Dan itu baru satu contoh saja. Bayangkan bila kita bisa memperbaiki semuanya. Maka kita dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia.

Ada baiknya sekolah tidak hanya merencanakan perbaikan fisik sekolah dan fasilitas saja (yang menekan orang tua murid), tapi mendelegasikan para pengajar untuk memperdalam ilmu pendidikan, teknologi, psikologi. Sehingga para pengajar lebih kreatif dan inovatif mengembangkan bahan pengajaran. Hal ini dapat mempermudah pemahaman siswa pada mata pelajaran/kuliahnya.

Karena nilai yang tinggi tidak bisa menjadi tolak ukur pemahaman yang lama bagi siswa.

Pernah lihat brosur sekolah yg mempromosikan pengajar karena pendidikan/pelatihan berskala nasional bahkan internasional? Kebanyakan sekolah hanya menjual fasilitas atau lulusannya yang sukses.

Padahal kesuksesan seseorang bisa didapat dari banyak faktor. Bukan jadi acuan sekolah tersebut berkualitas/bermutu. Nyatanya, tidak ada sekolah yang berani menunjukkan siswa yang tidak sukses.

Masalah pendidikan tidak hanya mempengaruhi satu sektor, melainkan semua sektor kehidupan. Mulai dari pendidikan, ekonomi, sosial-budaya, keamanan hingga politik. Angka kriminalitas, terorisme dan korupsi yang tinggi adalah bukti negara kita darurat perbaikan sektor pendidikan sebagai akar permasalahan sosial.

Program wajib belajar 12 tahun yang dicanangkan pemerintah hanya angan-angan belaka bila kita minim tenaga pengajar yang berkualitas dan mengikuti perkembangan jaman. Belum lagi ketidakmerataan tenaga pengajar di seluruh wilayah nusantara.

Ada baikmya pemerintah membuat standarisasi tenaga pengajar dengan mengadakan pelatihan-pelatihan di seluruh wilayah nusantara.

Karena jelas pembangunan fisik sekolah butuh waktu dan dana yang lebih besar dan lama. Sementara pengadaan tenaga pengajar untuk dikirim ke tempat-tempat terpelosok bisa dilakukan dengan cepat dan darurat.

Pelatihan tenaga pengajar ini bertujuan untuk melatih tenaga pengajar agar mampu berpikir kreatif meski dalam situasi minim fasilitas sekalipun. Dan tentu saja dengan kompensasi yang menarik sehingga banyak tenaga pengajar yang terpacu memberikan dedikasinya secara total meski di pelosok sekalipun.

Sekali lagi masalah pendidikan adalah sangat penting dan darurat bagi bangsa ini.

Perlu disadari juga jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pengetahuan yang sangat bervariasi dan letak geografis dan pembangunan yang belum merata sejak Kemerdekaan RI, menjadi tantangan terberat. Tapi yang namanya tantangan bukan berarti tidak ada jalan.

Besok kami akan membahasnya lebih dalam lagi. Ditunggu ya!

Jakarta, 29-April-2021

Oleh: Imelda Stefanny
-Tokoh Pendidikan
-Jurnalis Jurnalrealitas.com