JAKARTA – Ketua Komisi III DPR Habiburrahman menyatakan delik Contempt of Court (CoC) sudah ada di KUHP Nasional. Tujuan adana pasal itu untuk menjaga marwah pengadilan.
“Kehadiran KUHP baru yang akan berlaku pada 2 Januari 2026 sebagai produk hukum yang merupakan hasil kerja keras Komisi III DPR RI dan pemerintah, beserta segenap elemen masyarakat sipil telah menempatkan jaminan atas perlindungan marwah peradilan melalui pengaturan delik Contempt of Court yang komprehensif dan sesuai perkembangan hukum secara global,” kata Habiburrahman.
Hal itu disampaikan dalam naskah seminar pada Seminar Internasional HUT ke-72 Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) di Gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat (Jakpus), Senin (21/4/2025).
Acara dibuka Ketua MA Prof Sunarto dan hadir Wakil Ketua MA Bidang Nonyudisial Suharto dan seluruh pimpinan MA. Seminar ini digelar secara luring dan daring.
Menurut Habiburrahman, delik Contempt of Court di KUHP Nasional merupakan kewajiban negara menjaga marwah peradilan. Pertama, jaminan konstitusi atas perintah dan kehendak Pasal 24 ayat 1 di mana kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan.
“Kedua, UU No 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman sebagaimana pengganti UU No 4/2004, di mana Pasal 3 menyebutkan hakim dalam menjalankan tugas dan fungsinya wajib menjaga kemandirian peradilan,” beber politikus Gerindra itu.
Dalam KUHP baru itu, delik tersebunt diatur dalam satu BAB khusus yaitu BAB VI tentang Tindak Pidana terhadap Proses Peradilan. Selain itu, diatur dalam ruang lingkup yang komprehensif dan mendetail tentang delik CoC dan perkembangannya yaitu memenimalisir kewenenang- wenangan dan tafsir subjektif terhadap CoC.
“Diatur dengan parameter yang jelas,” tegasnya.
Menurutnya, contempt of court merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang terlibat dalam suatu proses perkara maupun tidak, di dalam maupun di luar pengadilan.
“Dilakukan perbuatan secara aktif maupun pasif berupa tidak berbuat yang bermaksud mencampuri atau mengganggu sistem atau proses penyelenggaraan peradilan yang seharusnya (the due administration of justice), merendahkan kewibawaan dan martabat pengadilan atau menghalangi pejabat pengadilan dalam menjalankan peradilan,” bebernya.
Hadir dalam seminar itu yakni Justice See Kee Oon dari MA Singapura dan Professor Jiang Min dari China-ASEAN Legal Research Center. Dari dalam negeri, pembicara yang dijadwalkan tampil antara lain Ketua Kamar Pidana MA Dr Prim Haryadi, Ketua Komisi Yudisial (KY) Prof Amzulian Rifai, dan Ketua Komisi III DPR Dr Habiburokhman.
Selain itu, seminar akan menghadirkan penanggap dari kalangan akademisi dan praktisi hukum. Yaitu Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Prof Harkristuti Harkrisnowo dan Ketua Umum DPN Peradi Dr Luhut Pangaribuan. Seminar akan dipandu oleh moderator Dr Aria Suyudi. (Megy)
Komentar