JAKARTA – Sejak tahun 2024, seorang pejuang lingkungan dan pimpinan Marga Kwipalo, Vincent Kwipalo, asal Kampung Blandin Kakayo, Distrik Jagebob, Kabupaten Merauke, menolak perusahaan perkebunan tebu PT Murni Nusantara Mandiri beroperasi di wilayah adatnya.
Alasannya tanah, dusun dan hutan adat Marga Kwipalo merupakan sumber kehidupan masyarakat adat, sumber pangan, mata pencaharian dan obat-obatan, yang dapat menjamin mereka hidup turun temurun sejak leluhur.
Vincent mewakili Marga Kwipalo menyatakan sampai kapanpun sejengkal tanah tidak kami berikan kepada PT Murni Nusantara Mandiri, karena kami tahu luas wilayah adat Kwipalo, kalau hutan kami habis, maka kami dan anak cucu mau kemana.
Perusahaan PT Murni Nusantara Mandiri terus menjalankan hasrat bisnisnya mengembangkan dan memperluas areal perkebunan dengan mengukur, mematok, menggusur dan menghancurkan hutan adat, dusun dan rawa.
Operator perusahaan dan anggota militer berkali-kali mendatangi Vincen Kwipalo sehingga membuat rasa tidak nyaman dan tertekan. Marga Kwipalo memasang sasi permater, adat larangan dan peringatan memasuki wilayah adat dan jika dilanggar akan berlaku sanksi adat.
Marga Kwipalo juga memberikan tanda cat merah dibatas wilayah adat, namun perusahaan PT MNM tanpa alas hak guna usaha dan hanya bermodal perizinan berusaha berbasis risiko dan persetujuan kesesuaian pemanfaatan ruang untuk kegiatan berusaha, yang dikeluarkan pejabat pemerintah Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, tetap menggusur dan menghancurkan hutan adat di wilayah adat Marga Kwipalo, termasuk hutan keramat Cacibi, Abakin, Agodai dan Congyap. Ditemukan pula pembangunan sarana prasarana militer di dusun bernama Muckai, yang terjadi semenjak Juni 2025 hingga saat ini.
Pembongkaran dan penggusuran dusun, hutan dan rawa, tanpa ada musyawarah dan persetujuan, kesepakatan pemilik tanah adat Marga Kwipalo.
“Kami sudah menyampaikan dan melaporkan penyerobotan dan perampasan hak kami masyarakat adat atas tanah dan hutan adat kepada pemerintah daerah, pemerintah nasional dan Komnas HAM di Jakarta, aparat kepolisian dan militer di daerah, namun tidak ada tanggapan”, ujar Vincen Kwipalo.
Pada Selasa (04-11-2025) Vincen Kwipalo didampingi advokat Solidaritas Merauke, Emanuel Gobay, S.H. M.H., Asep Komaruddin, S.H., dan kawan-kawan, melakukan Laporan Atas Dugaan Tindak Pidana Penggelapan Tanah Adat dan Tindak Pidana Perkebunan yang dilakukan oleh PT. Murni Nusantara Mandiri.
Mengingat yang dilaporkan adalah Perusahaan sehingga pihak yang dilaporkan adalah Direktur dan Komisaris PT Murni Nusantara Mandiri dan pejabat negara Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang diterima Yudi Bintoro, S.H., M.H., atas nama Kasub Penerimaan Laporan Markas Besar Kepolisian RI di Jalan Trunojoyo No. 3 Jakarta yang telah terdaftar dalam Laporan Polisi Nomor : LP / B / 544 / XI / 2025 / SPKT / BARESKRIM POLRI tanggal 04 November 2025.
Advokat dan Kuasa Hukum Emanuel Gobay menyampaikan “Hari ini kami telah bertemu dan melaporkan dugaan tindak pidana penggelapan tanah adat dan pidana perkebunan yang dilakukan perusahaan perkebunan tebu PT Murni Nusantara Mandiri, yang diduga melanggar Pasal 385 ayat (1) KUHP dan dugaan tindak pidana perkebunan pada Pasal 55, Pasal 107 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Perkebunan”, jelas Emanuel Gobay.
Marga Kwipalo merupakan masyarakat adat yang diakui keberadaan dan hak-haknya berdasarkan konstitusi UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Bagi Papua ; Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 5 Tahun 2022 Tentang Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Papua.
Emanuel Gobay mengungkapkan ketentuan tersebut telah memberikan jaminan hukum kepada Marga Kwipalo sebagai salah satu kelompok Marga dalam Masyarakat Adat Malind Anim memiliki hak-hak meliputi hak atas wilayah, tanah dan sumber daya, hak untuk menerapkan praktik-praktik pengelolaan sumber daya, hak melakukan perjanjian dengan pihak ketiga mengenai pemanfaatan sumber daya alam dan hak memperoleh keuntungan dari pemanfaatan sumber daya alam; hak atas informasi dan partisipasi pengelolaan sumber daya alam.
Marga Kwipalo merupakan salah satu kelompok marga dari suku Yei yang telah mendapatkan pengakuan wilayah adat dari Bupati Merauke melalui Surat Keputusan Bupati Merauke Nomor 100.3.3.2/1413/Tahun 2024 tentang Pengakuan, Perlindungan, Penghormatan Hukum Adat dan Wilayah Adat Suku Yei di Kabupaten Merauke. Faktanya perusahaan PT. Murni Nusantara Mandiri tidak menghormati dan mengabaikan hak Marga Kwipalo
“Tanpa ada perundingan dan musyawarah dengan Bapak Vincen Kwipalo serta tanpa ada persetujuan dari Bapak Vincen Kwipalo selaku pemilik Wilayah dan Tanah Adat Marga Kwipalo selanjutnya PT. Murni Nusantara Mandiri langsung memasuki Wilayah dan Tanah Adat Kwipalo, menghancurkan hutan adat marga Kwipalo, merusakan tanaman tradisional dan tanaman jangka panjang, menghilangkan lahan pangan dan tempat berburu dan bahkan wilayah sakral milik marga Kwipalo” ungkap Asep Komarudin.
Kehadiran dan aktivitas perusahaan yang melanggar hak masyarakat adat telah menimbulkan ketegangan dan konflik horizontal antar-marga dan ancaman terhadap tokoh adat.
“Kami Solidaritas Merauke selaku Kuasa Hukum Vincent Kwipalo mohon kepada Kapolri untuk menerima dan menindaklanjuti laporan dugaan tindak pidana yang dilaporkan penggelapan tanah adat yang dilakukan oleh PT. Murni Nusantara Mandiri”, gugat Emanuel Gobay.
Selain itu Asep Komarudin Juru Kampanye Hutan Senior Greenpeace Indonesia dan selaku salah seorang kuasa hukum juga meminta Kapolri menghentikan sementara seluruh kegiatan merusak hutan yang dilakukan PT MNM di wilayah adat Marga Kwipalo dan memberikan perlindungan hukum dan keamanan bagi masyarakat adat Kwipalo, sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009, yang menyatakan: Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata. (Megy)


