JAKARTA – Ancaman krisis ekonomi, defisit APBN dan pembentukan Badan Penerimaan Negara dapat atensi khusus Ikatan Sarjana NU (ISNU) dengan menggelar ISNU Forum on Investment, Trade and Global Affair dengan grand tema: “Urgensi Pembentukan Badan Penerimaan Negara Ditengah Krisis dan Defisit Penerimaan Nasional”.
Hadirkan pemateri, Ketua Komisi XI DPR RI DR M Misbakhun, Prof. DR Edi Slamet Irianto dan DR Darusaam, dipandu Moderator DR. Ibrahim. Diawali Sambutan Chairman ISNU Forum Hery Haryanto Azumi, MM. dan dibuka resmi oleh Ketua PBNU, KH Aizuddin Abdurrahman. Acara yang digelar di PBNU Jakarta Rabu 11/6/2025 dihadiri Pengurus ISNU dalam dan luar negeri, serta pimpinan organisasi ekonomi rakyat dan LSM.
Menanggapi paparan pemateri, Ketua Umum Asosiasi PKL Indonesia, dr. Ali Mahsun ATMO, M.Biomed menegaskan bahwa lonjakan drastis tax rasio pernah terjadi 2005-2006 hingga 12,7%. Saat itu, Dirjen Pajak, Hadi Purnomo (saat ini Dewan Penasehat Khusus Presiden Bidang Penerimaan Negara) lakukan “revolusi perpajakan” dengan gagasan besar SIN (singgle identity number) dan disambut baik Presiden SBY karena bisa dongkrak tax rasio hingga 16%. Namun apa yang terjadi? Tidak berselang lama, atas suatu hal ini terhentikan. Bahkan terjadi pergantian dirjen Pajak dan Menkeu RI, dan saat itulah Sri Mulyani pertama kali jadi Menkeu RI.
Kenyataan ini sepadan dengan apa yang disampaikan Ketua Komisi XI DPR RI DR M Misbakhun, kenapa sejak 2009 tax rasio stagnan 9-10% bahkan saat ini 8,8%? Ada yang tidak ingin Indonesia kaya dan ekonominya kuat.
Presiden Kawulo Alit Indonesia ini menambahkan bahwa penerimaan negara masih banyak lubang-lubang yang harus segera ditutup. Dari sisi potensi adalah masih sangat besar berserakan disemua sektor. Indonesia yang kaya raya atas SDA dan potensi yang lain namun kenyataannya adalah sebaliknya, miskin dan hutangnya sangat besar. Paradoksalitas ini akibat distorsi tata kelola penerimaan negara.
Disisi lain, untuk sukses jemput puncak bonus demografi 2030 dan transformasi jadi negara maju 2045, Indonesia dituntut mampu dongkrak minimal 3 kali lipat PDB dari Rp 21 ribu trilyun (2024) menjadi Rp 60 ribu trilyun, tax rasio dari 8,8% menjadi 18-20%, rasio kewirausahaan dari 3,57% menjadi 10-12%, serta pertumbuhan ekonomi minimal 8%.
Kami yakin Presiden Prabowo Subianto laksana kamus berjalan, sangat faham adanya paradoksalitas penerimaan negara. Lebih dari itu, Presiden Prabowo telah letakkan fondasi dasar yang sangat kokoh untuk menggapai Indonesia maju 2045. Paing tidak ada empat pilar.
Pertama, kembalikan tanggul Indonesia tanpa kebocoran melalui Inpres RI No 1 Tahun 2025 Tentang Efisiensi.
Kedua, penegakkan hukum, dan pemberantasan korupsi, mafia migas, minerba, perkebunan sawit dan kelautan/kemaritiman, serta judi online, narkoba beserta turunannya.
Ketiga, tegakkan azas pasal 33 UUD 1945 (hilirisasi dan tata kelola SDA). Ke-empat, tutup lubang-lubang gelap pelabuhan/bandar udara, bea dan cukai, dan perpajakan. Tak ada kata terlambat kini tiba waktunya, dibawah Presiden Prabowo Subianto, Indonesia lakukan revolusi tata kelola penerimaan negara.
Atas landasan itulah, Asosiasi PKL Indonesia sejak awal dukung penuh dan mendorong Presiden Prabowo Subianto me-revolusi tata kelola penerimaan negara melalui sebuah sistem yang terpisah dari kementerian dan dibawah langsung Presiden RI, yaitu Badan Penerimaan Negara – BPN RI. Ini bukan urgensi lagi melainkan emergensi, pungkas Sekretaris Lembaga Sosial Mabarot PBNU 2000-2005 dan Ketua Umum Bakornas LKMI PBHMI 1995-1998.
Pada kesempatan yang sama, Ketua ISNU Forum on Investment, Trade, and Global Affairs, Hery Haryanto Azumi menegaskan bahwa ISNU Forum mengirim pesan yang kuat kepada publik dan Pemerintah bahwa pembentukan Badan Penerimaan Negara (Bapeneg) adalah selaras dengan kepentingan nasional.
Karena itu, ISNU Forum akan menindaklanjuti FGD ini dengan membentuk task force yang akan menjalin komunikasi dengan para stakeholders nasional guna mendukung pembentukan Bapeneg tersebut. Hery meyakini bahwa Presiden Prabowo juga tengah mempersiapkan tim untuk membentuk Bapeneg dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Selain itu, Ketua PB IKAPMII ini juga menggarisbawahi perlunya membangun trust publik yang kuat sehingga pembentukan Bapeneg tidak sekadar menjadi isu elit. Publik perlu diedukasi bahwa perluasan tax base justru akan meningkatkan pertumbuhan yang berdampak langsung bagi kesejahteraan ekonomi rakyat. Yang tidak kalah pentingnya adalah perubahan mindset dan kelembagaan yang harus disesuaikan. Karena itu agar masa transisi tidak terlalu panjang, diperlukan upaya simultan baik vertikal maupun horizontal. (Megy)
Komentar