Sering Dikatakan Piet Konay Palsu, Ini Putusan Inkrah MA

JURNALREALITAS.COM, KUPANG – Isu yang kerap kali beredar di seputar masyarakat Kota Kupang, Provinsi NTT yang dikoarkan oleh Marthen Konay palsu alias Marthen Neluk sebagai ahli waris Esau Konay (Alm) terkait Piet Konay adalah Konay Palsu atau Piet Johanes ternyata tidaklah benar dan dinilai penipuan publik karena tidak berdasar pada hukum.

Hal ini disampaikan Piet Konay sebagai salah satu pewaris tanah adat Betty Bako Konay yang namanya tercatat dalam putusan inkrah MA No 3171 melalui juru bicaranya Elimelek Konay selaku pemegang kuasa dari Piet Konay, menjelaskan bahwa Piet Konay adalah asli Konay bukan palsu karena telah ada putusan inkrah Mahkamah Agung (MA) terkait itu

Menurut Eli (Sapaan akrabnya) pada tahun 1994 Piet Konay disidangkan di PN Kupang Klas 1A atas tuduhan memakai identitas palsu berupa surat baptis palsu yang dilaporkan oleh Esau Konay (Ayah kandung Marthen Konay Cs) sebagaimana dalam perkara tersebut teregistrasi di PN Kupang pada 2 September 1994 dengan nomor perkara: 115/PID/B/1994/PN.KPG

Dalam perkara tersebut, Piet Konay didakwa oleh jaksa penuntut umum (JPU) dengan pasal 263 ayat 1 KUHP atas pemalsuan identitas, namun dalam putusan, majelis hakim berkata lain.

Amar putusan dalam perkara tersebut berbunyi yang pertama dakwaan jaksa penuntut umum tidak cermat dan bertentangan dengan hukum dan oleh sebab itu harus dinyatakan batal demi hukum, yang kedua menyatakan bahwa terdkawa (Piet Konay) tidak bisa diadili berdasarkan surat dakwaan yang batal demi hukum tersebut dan yang ketiga menetapkan biaya dibebankan kepada negara.

Karena tidak terima atas putusan majelis hakim pada PN Kupang Klas 1A, JPU lalu mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kupang dengan nomor perkara: 04/PID/1995/PTK

Namun PTK juga tetapkan menguatkan putusan pada PN Kupang Klas 1A dengan menjatukan amar putusan yang berbunyi menerima permintaan pemeriksaan dalam tingkat banding dari penuntut umum. Menguatkan putusan Pengadilan Kupang tanggal 2 Desember 1994 Nomor: 115/PID/B/1994 a quo dengan sekedar perbaikan bunyi amar, sehingga berbunyi sebagai berikut

Menyatakan bahwa surat dakwaan yang termuat didalam surat pelimpahan perkara tanggal 4 Oktober 1994 batal demi hukum, menyatakan bahwa terdakwa (Piet Konay) tidak bisa diadili atas dasar surat dakwaan dalam surat pelimpahan perkara tanggal 4 Oktober 1994 tersebut, menguatkan putusan selebihnya dan membebankan biaya perkara kepada negara.

Tak cukup sampai disitu, JPU kembali belum puas dengan putusan yang dijatuhkan majelis hakim pada PT Kupang, JPU lalu mengajukan kasasi ke tingkat Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI). Dalam tingkat kasasi di MA tercatat dengan nomor perkara: MA RI REG.NO. 931K/PID/1996 tertanggal 12 November 1996

Dalam amar putusan  inkrah MA RI REG.NO. 931K/PID/1996 majelis hakim pada MA menolak permohonan kasasi yang diajukan JPU sebagaimana dalam bunyi amar putusan bahwa, pertama menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi dari pemohon kasasi Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri di Kupang tersebut dan yang kedua membebankan biaya perkara dalam tingkat kasasi kepada negara.

Masih menurut Eli dalam diskusi ringan bersama beberapa awak media, sampai disini bisa disimpulkan bahwa pada dasarnya siapa yang sebenarnya Konay palsu dan siapa yang sebenarnya Konay asli. 

“Sampai sini publik bisa menilai siapa yang Konay asli dan siapa yang Konay palsu. Ini saya berbicara atas dasar putusan pengadilan bukan sendiri membangun opini untuk menyesatkan masyarakat Kota Kupang khusunya yang tinggal diatas tanah adat Konay,” ujar Eli sambil memberikan 3 putusan dimaksud kepada awak media

Terkait silsilah keturunan Betty Bako Konay, Eli mengatakan akan ada waktunya untuk dirinya membeberkan secara detail kepada media untuk diketahui oleh publik. 

Untuk itu Eli menghimbau masyarakat yang tinggal diatas tanah Konay jangan tertipu dengan pernyataan yang menyesatkan tanpa ada dasar hukum yang kuat.

“Indonesia adalah negara hukum untuk itu kalau dia (Marthen Konay Palsu) mau berbicara harus berdasarkan bukti hukum jangan hanya opini belaka dan pada akhirnya dinilai penipuan terhadap publik,” tutup Eli. (TL)