Warga Cibatu Geram: Alih Fungsi Lapangan Sepak Bola Diduga Sarat Pemalsuan dan Penyalahgunaan Wewenang

CIBATU, TASIKMALAYA – Alih fungsi lapangan sepak bola di Desa Cibatu, Dusun Dukuh, menjadi polemik di tengah masyarakat dan pemuda setempat. Proyek pembangunan koperasi “Merah Putih” ini diduga sarat dengan praktik kesewenang-wenangan, pemalsuan dokumen, serta tekanan dari oknum aparat.

    Penolakan warga semakin kuat setelah adanya indikasi pemalsuan tanda tangan tokoh masyarakat, termasuk tokoh pendidikan dan tokoh agama, yang diduga dilakukan oleh Sekretaris Desa. Kedua tokoh tersebut telah mengkonfirmasi bahwa mereka tidak ridho dan tidak ikhlas tanda tangannya dipalsukan.

    “Seharusnya, pembangunan koperasi ini melalui musyawarah dengan seluruh warga Dusun Dukuh dan disaksikan oleh Muspika. Tapi, yang terjadi justru ada tanda tangan yang dipalsukan,” ungkap salah seorang tokoh pemuda yang enggan disebutkan namanya.

    Kepala Desa Cibatu menyatakan tidak mengetahui adanya pemalsuan tanda tangan tersebut dan meminta Sekretaris Desa untuk bertanggung jawab serta meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat dan tokoh-tokoh yang tanda tangannya dipalsukan. Pelaku pemalsuan telah meminta maaf, namun kedua tokoh yang dirugikan tetap merasa tidak terima.

    Sekretaris Desa, setelah dikonfirmasi, mengakui melakukan pemalsuan tanda tangan tersebut karena adanya desakan dari Babinsa. Menurutnya, Babinsa mendesak agar proses tersebut segera diselesaikan dan dilaporkan ke Koramil dan Kodim.

    Babinsa setempat, saat dikonfirmasi oleh awak media, menyatakan bahwa proyek ini sudah mendapatkan persetujuan dari Kodim.

    “Jika tidak percaya, silakan hubungi Kodim, karena saya hanya menjalankan perintah dari atasan,” ujarnya.

    Masyarakat sebenarnya akan menerima hasil keputusan pembangunan jika mekanisme musyawarah ditempuh terlebih dahulu. Namun, proyek ini dilakukan secara tiba-tiba tanpa musyawarah sebelumnya, sehingga menimbulkan kekecewaan dan penolakan.

    Muncul dugaan adanya tekanan dari oknum Babinsa Berinisial Y yang mengklaim bahwa proyek ini telah mendapat persetujuan dari Kodim. Hal ini semakin memperkeruh suasana dan menimbulkan kecurigaan di kalangan masyarakat.

    “Kami sangat menyayangkan tindakan aparat desa dan oknum Babinsa yang terkesan memaksakan kehendak. Padahal, Koperasi Merah Putih ini adalah program pemerintah pusat yang seharusnya dijalankan dengan mekanisme yang transparan dan partisipatif,” lanjutnya.

    Terkait dugaan tindak pidana pemalsuan, kasus ini dapat dijerat dengan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemalsuan surat, dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.

    Beberapa warga berencana melaporkan kasus ini ke pihak berwajib atas dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan wewenang.

    Kasus ini menjadi preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan desa yang seharusnya mengedepankan kepentingan masyarakat. Warga berharap agar pihak berwenang segera turun tangan untuk mengusut tuntas kasus ini dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku yang terlibat. (redPPRI/MG)

    BAGIKAN :

    Jangan Lewatkan

    Optimisme Indonesia Menjadi Lumbung Pangan Dunia

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *