JURNALREALITAS.COM, JAKARTA – Terminal lebak bulus yang terletak di Jl.Raya R. A Kartini No.1, Cilandak Jakarta selatan yang dipimpin oleh Suarta Sebayang selaku kepala terminal, diduga selama ini telah menjalankan praktek kotor dan haram, yakni ikut serta melegalkan terjadinya praktek penyimpangan dan pungli yang dari hari ke hari kian parah dan memprihatinkan serta semakin merajalela.
Adapun dugaan praktek penyimpangan dan pungli yang terjadi di terminal ini adalah adanya kutipan diluar ketentuan yang berlaku, yakni berupa kutipan uang peron sebesar Rp.1000 hingga Rp. 2 ribu rupiah per orang untuk penumpang dan calon penumpang yang ada di terminal Lebak Bulus.
Padahal apabila perpedoman dan mengacu pada peraturan daerah (PERDA) No.1 tahun 2006 yang mengatur tentang retribusi daerah adalah Rp.200 rupiah per orang, namun prakteknya penumpang dan calon penumpang dikutip sebesar Rp.1000 sampai Rp.2 ribu rupiah per orang.
Terkait hal ini, kepala terminal Lebak Bulus Suarta Sebayang hanya menjawab bahwa ia tidak tahu-menahu selama ini telah terjadi praktek penyimpangan dan pungli ditempatnya bekerja yakni terminal Lebak Bulus. Dan kalaupun ada kutipan peron senilai uang tersebut, itu semua adalah karena mengacu pada aturan perda No. 3 tahun 2012. Karena menurutnya peraturan daerah (PERDA) No.1 tahun 2006 yang mengatur tentang retribusi daerah yang lama sudah kadaluarsa dan tidak berlaku lagi, dan sudah diganti dengan peraturan daerah (PERDA) yang baru yaitu peraturan daerah (PERDA) No.3 tahun 2012 yang mengatur tentang retribusi daerah, dan didalam peraturan baru tersebut biaya peron menjadi Rp.1000 per penumpang,’’ paparnya.
Namun aneh, penjelasan dari Suarta dinilai tak masuk akal dan bertentangan dengan adanya bukti surat edaran berupa instruksi yang ditanda tangani langsung oleh kepala dinas perhubungan provinsi DKI Jakarta No. 235 tahun 2012 tentang penundaan pelaksanaan perda No.3 tahun 2012 yang mengatur tentang retribusi daerah pasal 56 ayat (4) huruf A sampai batas waktu yang belum ditentukan. Oleh karena itu Suarta disinyalir telah melanggar aturan, karena telah menjalankan perda yang masih ditunda pelaksanaannya.
Atas ulah anak buahnya ini, sudah selayaknya kepala dinas perhubungan DKI Jakarta mengambil tindakan dan memberi sanksi tegas kepada bawahannya, karena jelas-jelas praktek yang terjadi di terminal lebak bulus ini dapat dikategorikan adalah kutipan liar dan illegal karena tak ada dasar hukumnya.
Lalu muncul pertanyaan besar, uang retribusi yang selama ini dikutip disetor kemana, jangan-jangan masuk kantong pribadi. Karena bagaimana mungkin seorang kepala terminal tidak mengetahui bahwa peraturan daerah (PERDA) No.3 tahun 2012 sampai saat ini masih ditunda pelaksanaanya.
Inilah repotnya jika seorang pejabat bermental tempe, pintar berkilah dan membela diri, masih saja dipelihara oleh Pemda DKI, yang berani melecehkan perda dan mengangkangi instruksi atasannya.
(AM)
Komentar