Sudut Pandang SKPPHI: Konsep Trias Politica Mencegah Kekuasaan Negara Yang Absolut

JURNALREALITAS.COM, OPINI – Apa Itu Trias Politica? Trias Politica berasal dari bahasa Yunani yang artinya politik Tiga Terangkai. Sederhananya, Trias Politica adalah konsep politik yang berarti pemisahan kekuasaan.

Menurut Wahyu Eko Nugroho dalam jurnalnya berjudul Implementasi Trias Politica dalam Sistem Pemerintahan di Indonesia, Trias Politica adalah sebuah ide bahwa sebuah pemerintahan yang berdaulat harus dipisahkan antara dua atau lebih kesatuan kuat yang bebas (hal. 66). Tujuannya untuk mencegah kekuasaan negara yang bersifat absolut.

Konsep Trias Politica pertama kali dikemukakan oleh John Locke, seorang filsuf Inggris yang kemudian Trias Politica dikembangkan oleh Montesquieu dalam bukunya yang berjudul “L’Esprit des Lois”.

Adapun konsep ini membagi suatu pemerintahan negara menjadi 3 jenis kekuasaan, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Tanah air tercinta kita, Indonesia sebagai negara demokrasi termasuk salah satu negara yang menganut konsep ini.

Lalu Bagaimana Penerapan Trias Politica di Indonesia?

Lembaga Studi Publik – Studi Kebijakan Publik dan Penegakan Hukum Indonesia (SKPPHI) akan mencoba menjelaskan satu demi satu penerapan Trias Politica di Indonesia berdasarkan pembagian setiap kekuasaannya sebagai berikut :

Kekuasaan Legislatif

Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan untuk membuat undang- undang. Terdapat 3 lembaga yang diberi kewenangan legislatif di Indonesia, antara lain Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Kekuasaan Eksekutif

Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan Undang-Undang dan roda pemerintahan di Indonesia, kekuasaan ini dipegang oleh Presiden.

Namun mengingat kegiatan menjalankan Undang-Undang tidak mungkin dijalankan seorang diri, oleh karenanya Presiden memiliki kewenangan untuk mendelegasikan tugas eksekutif kepada pejabat pemerintah lainnya yang turut membantu Presiden, yakni para menteri.

Kekuasaan Yudikatif

Kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan yang berkewajiban mempertahankan Undang-Undang dan diberikan kewenangan untuk melaksanakan proses peradilan kepada rakyatnya atau sederhananya adalah kekuasaan kehakiman.

Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 menyatakan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Fungsi Yudikatif di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi atau pengadilan negara terakhir dan tertinggi, yang salah satu fungsinya adalah untuk membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali.

Sementara salah satu wewenang Mahkamah Konstitusi adalah melakukan uji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.

Selain ketiga pembagian kekuasaan tersebut diatas, di Indonesia juga ada kekuasan eksaminatif sebagaimana diamanatkan Pasal 23E ayat (1) UUD 1945, yaitu sebagai kekuasaan yang berfungsi untuk memeriksa keuangan negara yaitu Badan Pemeriksa Keuangan.

Konsep Trias Politica atau politik tiga serangkai sangat efektif untuk mencegah adanya kekuasaan negara yang bersifat absolut. Namun konsep ini dalam penerapan dan pelaksanaannya tidak mutlak dapat menjamin bahwa pelaksanaan penyelengaraan bebas dari kepentingan masing-masing pemegang kekuasaan tersebut, sehingga diperlukan adanya Lembaga pengawas eksternal diluar pengawas kekuasan sesuai konsep Trias Politika (Penyelenggara Negara) yaitu Pengawas Indpenden dan Mandiri yaitu masyarakat itu sendiri. Pada dasarnya seperti kita ketahui untuk mengawasi pelaksaan Tria Politica sesungguhnya Negara juga telah memiliki pengawas Eksternal misalnya saja Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, dan Lembaga pengawas lainnya.

Pentingnya peran serta masyarakat selaku pengawas Independen dan Mandiri terhadap pelaksanaan penyelengaraan negara yang dilaksanakan dalam konsep Trias Politca sesungguhnya telah disadari sejak awal, sehingga negara memberikan kewenangan tersebut kepada masyarakat dalam bentuk peran serta sebagaimana diamanatkan dalam Bab VI Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara.

Dalam Pasal 8 ayat (1) UU No. 28 Tahun 1999 disebutkan bahwa Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara merupakan hak daan tanggung jawab masyarakat untuk ikut mewujudkan penyelenggara negara yang bersih. Lalu dalam pasal 9 ayat (1) disebutkan pula hak apa saja yang diberikan kepada masyarakat dalam melaksanakan peran serta tersebut, salahsatunya adalah hak untuk mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang penyelenggaraan negara. Selanjutnya Hak untuk menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan penyelengara negara.

Ketua Ombudsman RI Prof. Amzulian Rifai menyampaikan mengenai Teori Alat Kelengkapan Negara, bahwa kesejahteraan negara dapat dicapai dengan kesejahteraan rakyat. Bahwa eksistensi lembaga negara dalam upaya mewujudkan good governance sangat penting dalam mensejahterakan masyarakat. (disalin dari situs resmi https://ombudsman.go.id )

Lembaga Studi Publik – Studi Kebijakan Publik Penegakan Hukum Indonesia atau disingkat LSP- SKPPHI adalah merupakan lembaga independen dan mandiri yang menjankan fungsi peran serta masyarakat sebagaimana telah diamanatkan oleh UU tersebut diatas. LSP-SKPPHI menjalankan kegiatan melakukan kajian dan studi serta menyampaikan saran dan pendapat kepada penyelenggara negara dalam rangka pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik yaitu kebijakan-kebijakan dari Lembaga Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif agar sesuai dengan regulasi dan aturan sehingga tidak merugikan hak-hak rakyat atau masyarakat untuk mendapatkan keadilan berdasarkan sila ke 5 Pancasila yang berbunyi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dan sila ke 2 yaitu : Kemanusiaan yang adil dan beradab.

LSP-SKPPHI mencoba menelusuri tokoh di Indonesia yang dianggap sebagai sosok yang memiliki karier lengkap jika dihubungkan dengan teori Trias Politica yang dicetuskan John Locke. Tokoh ini, selain sukses menjadi dosen di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, dia berhasil menduduki semua cabang kekuasaan negara dalam waktu cukup cepat. Mulai dari menjadi Menteri, Anggota DPR, hingga menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi dialah Bapak Mahfud MD.

Karier Pak Mahfud terbilang cukup unik karena pernah menjadi menteri pertahanan, menteri hukum dan HAM, anggota DPR, dan ketua MK, dan sekarang aktif menjabat sebagai Menko Polhukam Republik Indonesia.

LKP-Studi Kebijakan Publik Penegakan Hukum Indonesia memandang bahwa 3 lembaga tinggi negara tersebut baik lembaga Eksekutif ,Legislatif dan Yudikatif, 3 komponen yang tidak bisa dipisahkan lembaga Eksekutif adalah lembaga negara yang menjalankan Roda pemerintah sementara legislatif adalah lembaga yang membuat Peraturan/ Pengawasan. Sementara Yudikatif lembaga negara yang berwenang di bidang Kekuasaan kehakiman.

Oleh:

Ryanto Sirait, SH, MH (Ketua Umum DPP SKPPHI)
-Megy Aidillova, ST (Sekretaris Jenderal DPP SKPPHI)
-Fandra Arisandi Andika Putra, SH, SHEL (Ketua DPP SKPPHI Bidang Humas, Publikasi dan Hubungan Antar Lembaga)