Ketika Seniman Memilih

JURNALREALITAS.COM, OPINI – Di beberapa negara, kehadiran seniman tidak diberi celah, apalagi ruang. Mengapa banyak negara membatasi seniman? Mengapa politisi selalu takut pada seniman?

Seperti yang kita ketahui, banyak orangtua yang takut saat anak mereka memilih menjadi seniman. Bahkan, sedari kecil, orangtua sudah mengatur apa yang mereka harapkan dari sang anak. Jarang sekali orangtua mengajak anak-anak mereka melihat pertunjukkan/pameran seni. Macam seni lukis, patung, keramik, cukil kayu, pengrajin logam dll.

Padahal, kehadiran seni sangat esensial alias penting bagi kehidupan manusia. Tanpa seni, tidak ada keindahan dan kedamaian.

Ya, seniman selalu dikenal dengan pemikirannya yang di luar rata-rata orang kebanyakan. Karena seniman selalu menjadi dirinya sendiri. Ia tahu apa yang ia inginkan. Ia tahu bagaimana bergumul dengan ide, kreasi, emosi dan pemikirannya. Ia seorang visioner. Ia mempunyai filosofi hidupnya sendiri.

Oleh sebab itu, para seniman terkenal ngeyel, idealis, dan keras kepala. Namun, mereka adalah orang-orang yang tahu menghargai hidup, yang mencintai kehidupan, dan mengenal tujuan hidupnya. Atau bahasa kerennya Amor Fati .

Seniman adalah orang yang mampu menciptakan nilai dari hidupnya. Itu sebabnya seniman selalu out of the box alias berbeda dari orang awam/kebanyakan.

Mereka selalu merasakan kemerdekaan berekspresi, berpendapat dan berkarya. Ia mungkin tidak punya banyak teman yang memahaminya atau materi. Namun, yang terpenting bagi seorang seniman adalah mengenal jati diri/identitas dirinya.

Saat semua orang masih mencari makna dan tujuan hidupnya, seorang seniman selalu tahu untuk apa mereka hidup.

Tapi, mengapa dianggap bahaya bagi beberapa negara?

Tentu saja. Karena sifat ngeyel mereka, kesadaran akan jalan hidup mereka, atas identitas mereka lah yang membuat banyak negara merasa seniman sebagai ancaman hidup berpolitik mereka. Seniman selalu menemukan kemerdekaan dan kedamaian dengan caranya sendiri. Bukan cara orang lain, apalagi penguasa.

Cara politikus membungkam para seniman adalah dengan menempatkan posisi mereka di tempat terendah dalam struktur masyarakat, membatasi ruang ‘bicara’ mereka, memberi harga yang murah bagi karya seni, bahkan merusak/menusnahkan karya seniman, dan menempatkan mereka di tempat tertentu/dikucilkan.

Tak aneh bila di negara-negara berbasis komunis
sangat sulit menemukan seniman. Tapi, tak jarang juga kehadiran seniman ini dibatasi di negara-negara demokrasi.

Kebanyakan lantaran penguasa tidak suka dikritik. Meski kritikan para seniman adalah lewat karya. Entah musik, lirik, kolase, kolaborasi, lukisan, digital, new media, fotografi, film, teater hingga fashion.

Mungkin kita masih ingat kisah pembredelan atas karya tulis, sampul majalah, pertunjukan teater, pemutaran film atau pelarangan pemutaran karya lagu, dan masih banyak lagi. Sebut saja lagu “Bongkar” dan “Bento” karya Iwan Fals yang saat itu dianggap menyindir penguasa.

Bahkan, di masa Perang Dunia II, kehadiran sekelompok seniman dianggap sebagai pemberontakan (Dadaisme). Di situlah Hitler sadar kalau ia tidak akan memenangkan peperangan itu dan memilih bunuh diri.

Vincent van Gogh, pada masanya, selalu dianggap orang aneh yang anti sosial. Namun, lewat karya lukisnya, yang saat ia hidup tak dianggap, kini selalu diburu dan bernilai, di luar akal sehat. Karena ia mampu menciptakan teknik lukis yang baru, yang berbeda dari pelukis kebanyakan pada masa itu.

Pencaharian jati diri/identitas/karakter bagi seniman adalah sesuatu yang mutlak dan perlu. Berbeda dengan orang kebanyakan yang sering kali santai, lantaran takut dianggap aneh dan dikucilkan.

Kemerdekaan para seniman ini, sebenarnya, membuat kita tahu tujuan hidup kita. Membuat kita berhenti menghancurkan hidup kita dan membentuk diri kita sesuai kata hati kita. Tanpa intervensi orang lain. Karena setiap individu memiliki keunikannya masing-masing, berbeda satu sama lain. Itulah yang membuat hidup ini lebih berwarna dan lebih menghargai perbedaan. Itulah kemerdekaan sesungguhnya. Bukan dari ikut-ikutan.

Namun, beranikah keluar dari zona nyaman untuk siap dianggap aneh, ngeyel dan terkucil?

Efek dari kemerdekaan berekspresi ini adalah keunikan, keindahan, pembaruan, penemuan dan penghargaan. Hal inilah yang sering membuat para seniman hidup bahagia dengan kesendiriannya. Ia punya waktu untuk merefleksikan hidupnya, dan mengevaluasinya.

Hal ini yang membuat karya seniman menjadi sangat mahal di banyak balai lelang seni dunia. Karena setiap karya seni itu unik, berbeda dan memiliki makna perenungan dari identitas senimannya saat ia mencipta.

Bukankah alam semesta ini juga hasil pemikiran, perenungan, dan identitas dari Sang Pencipta.

Bila anda merasa tidak bahagia dengan hidup anda, mungkin saatnya anda berpikir seperti para seniman ini. Yang mencintai pekerjaan dan profesinya. Yang menghargai setiap keindahan, keunikan dan perbedaan.

Oleh: Imelda Stefanny
Pemerhati Pendidikan Sosial dan Budaya
-Jurnalis JurnalRealitas.com