jurnalrealitas.com, Pematang Siantar – Seorang warga Pematang Siantar Sumatera Utara bernama Jones (32) menjadi korban dari penjualan barang elektronik Handphone jenis Blackberry yang diduga hasil rekondisi alias tidak resmi.
Jones yang membeli handphone merk Blackberry seri Davis 9220 dari toko milik inisial JMH (33) yang terletak di Jl. Merdeka Pematang Siantar belum lama itu, merasa kurang puas dengan performa barang yang dibelinya tersebut. Belum lama digunakan rupanya barang yang dibelinya sudah bermasalah, dan dari informasi yang didapatnya Ia pun mencurigai bahwa barang yang dibelinya bukanlah barang baru tetapi hanya barang rekondisi yang yang dijual secara ilegal alias tidak resmi.
Merasa dirugikan dan tidak puas Jones berniat mengembalikan dan mempertanyakan barang yang dibelinya tersebut kepada pemilik toko. Bersama saudaranya Kamis, (13/02/14) Ia pun menyambangi toko penjual handphone tersebut. Setelah ditanyakan, awalnya pemilik toko tidak menggubris keluhan Jones, hingga akhirnya timbul perdebatan dengan pemilik toko. Namun karena sudah terdesak akhirnya pemilik toko pun mengakui bahwa handphone tersebut bukanlah barang baru dari pabrik, sembari berkata “memang HP ini gak resmi, tapi di distributornya ada saham Wakapolri”, sebutnya.
Atas pernyataan dan itikad buruk dari pemilik toko yang membawa-bawa Wakapolri , dihari yang sama Jones didampingi saudaranya melaporkan kejadian tersebut ke Polresta Pematang Siantar, dan atas laporan Jones, pihak kepolisian dipimpin oleh K.R Sagala langsung meluncur Tempat Kejadian Perkara (TKP) toko JMH, hinga kemudian memanggil JMH ke Polresta untuk dimintai keterangannya.
Setelah dimintai keterangan dari kedua belah pihak, kepolisian akhirnya berupaya mendamaikan kedua belah pihak ( Jones dan JMH), dari upaya tersebut akhirnya tercapailah kesepakatan, agar Jumhary mengembalikan uang yang telah diterima dari Jones dan sebaliknya Jones mengembalikan Handphone bermasalah tersebut. Pihak kepolisian juga membuat surat pernyataan damai antara kedua belah pihak yang menyatakan JMH meminta maaf atas kesalahannya, dan Jones diminta oleh kepolisian untuk tidak membuat laporan atas kasus ini.
Hingga berita ini dimuat, belum ada informasi dari Polresta Pematang Siantar terkait dengan pengembangan penyelidikan terhadap bisnis ilegal yang dilakukan oleh JMH tersebut. Karena terlepas dari adanya perdamaian yang merupakan penyelesaian secara pribadi antara kedua belah pihak, namun secara umum bisnis yang dijalankan oleh JMH sangatlah mengkwatirkan masyarakat secara umum. Karena itu, jika Polresta Pematang Siantar tidak menindak tegas bisnis JMH ini, maka tidak menutup kemungkinan akan adanya korban lain, yakni masyarakat yang lebih banyak lagi.
Disamping itu Polresta Pematang Siantar sebagai penegak hukum rasanya tidak elok jika melihat kasus ini hanya berpangku tangan dan berdiam diri saja. Sebagai garda terdepan dalam Penegakan Hukum, maka polisi dirasa sudah cukup bijak dan paham, bahwa bisnis yang dijalankan oleh JMH telah melanggar sejumlah hukum dan UU tindak pidana, sebut saja Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), Undang-Undang No. 9 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 8 ayat (1) huruf J yang dikenakan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar bagi pelaku, dan juga Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 19/M-DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan/Garansi Purna Jual Dalam Bahasa Indonesia Bagi Produk Telematika Dan Elektronika.
Sehingga secara umum bisnis JMH yang menjual handphone rekondisi telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan juga melanggar hukum, namun anehnya, kenapa tidak ditangkap ya pak Polisi? (RP)
Editor : RS
Komentar