Ketua PPKHI Kota Bukittinggi Tanggapi Humanisme Aparat dalam PPKM Darurat

JURNALREALITAS.COM, BUKITTINGGI – Terkait adanya tindakan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Gowa, Sulawesi Selatan yang memukul wanita hamil saat menertibkan PPKM Darurat. 

Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi, Riyan Permana Putra, S.H., M.H minta kejadian serupa tidak terulang di Sumatera Barat, dan juga terkait teguran yang cukup keras kepada 19 kepala daerah, termasuk Sumatera Barat yang menurut Mendagri penyerapan anggarannya dinilai buruk dalam penanganan pandemi Covid-19 ia juga meminta pemerintah daerah di Sumatera Barat dapat melakukan rasionalisasi, realokasi dan sinkronisasi penganggaran bantuan sosial dan nakes yang bersumber dari APBD. 

Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi, Riyan Permana Putra, S.H., M.H., menyatakan Agar kasus serupa di Gowa, Sulawesi Selatan yang mana ada oknum Satpol PP yang memukul wanita hamil saat menertibkan PPKM Darurat agar tidak terjadi di Bukittinggi dan Sumatera Barat.

“Satpol PP dan juga aparat terkait harus mengedepankan sikap humanis dan menghindari tindakan represif ketika berhadapan dengan masyarakat yang melanggar penyekatan PPKM Darurat. Apalagi dalam Kajian Hukum PPKHI Bukittinggi terungkap bahwa dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satpol PP dijelaskan bahwa Satpol PP itu bertugas menegakkan aturan untuk ketertiban dengan memberikan perlindungan kepada masyarakat,” katanya di Bukittinggi, Minggu (18-07-2021)

“Apalagi Mendagri Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian telah menerbitkan Surat Edaran (SE) tentang Satpol PP terkait penertiban pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Dalam SE tersebut Medagri meminta Satpol PP diminta mengedepankan sikap yang humanis dalam menertibkan masyarakat,” tambah Alumni Universitas Indonesia ini.

Lalu terkait teguran yang cukup keras kepada 19 kepala daerah, termasuk Sumatera Barat yang menurut Mendagri penyerapan anggarannya dinilai buruk dalam penanganan pandemi Covid-19 ini dan insentif tenaga kesehatan (nakes). Ketua PPKHI Bukittinggi, Riyan Permana Putra, S.H., M.H.,  juga menanggapinya

“Menurut Kajian Hukum PPKHI Bukittinggi, Pemerintah Daerah di Sumatera Barat dapat melakukan percepatan penanganan bantuan sosial untuk masyarakat terdampak PPKM Darurat dengan mengatur dalam pengeluaran yang belum tersedia anggarannya dalam APBD, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD, dengan melakukan rasionalisasi, realokasi dan sinkronisasi penganggaran bantuan sosial yang bersumber dari APBD,” pungkasnya

“Cara ini kita bisa lihat dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat dan juga Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat serta juga Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat,” jelas Riyan

“Disana dijelaskan bahawa Gubernur, Bupati dan Wali kota yang ada di Sumatera Barat dapat mempercepat proses penyaluran bantuan sosial serta jaring pengaman sosial yang bersumber dari APBD”

“Apabila terdapat kebutuhan tambahan pendanaan untuk penganggaran dan penyaluran bantuan sosial serta jaring pengaman sosial dalam mendukung pelaksanaan PPKM Darurat Covid-19 dengan cara melakukan rasionalisasi dan/atau realokasi anggaran dari program/kegiatan yang kurang prioritas pada anggaran anggaran bantuan sosial serta jaring pengaman sosial serta juga dengan melakukan sinkronisasi bantuan sosial yang berasal dari pusat dengan bantuan sosial yang bersumber dari APBD,” ujarnya.

“Pelaksanaan dampak PPKM Darurat ini harusnya dapat dilaksanakan dengan baik oleh kepala daerah di Sumatera Barat, karena tak hanya pelaku usaha dan masyarakat saja yang akan terkena sanksi jika tidak melakukan Instruksi Mendagri tersebut tapi juga kepala daerah. Karena ada ancaman, dalam hal Gubernur, Bupati dan Wali kota tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Instruksi Menteri  akan dikenakan sanksi administrasi berupa teguran tertulis dua kali berturut-turut sampai dengan pemberhentian sementara sebagaimana diatur dalam Pasal 68 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” tutup Riyan. (RPP/MG)