jurnalrealitas.com, Jakarta – Pelayanan yang bermutu, cepat, mudah, murah tentu saja menjadi harapan dan dambaan bagi seluruh masyarakat di negeri tercinta ini. Tak ada pandang bulu apalagi berlaku diskriminatif apakah itu pejabat, TNI, POLRI, ataupun masyarakat jelata sekalipun sudah sepatutnya mendapatkan pelayanan sama dalam hal pelayanan publik.
Namun menjadikan cita-cita masyarakat ini menjadi kenyataan , rupanya tidak semudah membalik telapak tangan, khususnya dari pelaksana pelayanan publik itu sendiri.
Contohnya saja pelayanan publik yang diberikan oleh kantor kejaksaan negeri Jakarta barat dalam hal pelayanan tilang. Pantauan wartawan JURNAL baru-baru ini , lembaga institusi penegak hukum yang terletak di Jl.Kembangan Raya No.1 Kembangan, Jakarta Barat ini tanpa sungkan mempraktekan pelayanan yang diskriminatif dan pandang bulu. Jika masyarakat biasa yang datang dan mengurus tilang maka mereka diminta untuk mengantri dengan tertib dan membayar denda tilang sesuai dengan ketentuan yang tertulis dan tertera pada kertas tilang, namun bila mengurus tilang adalah oknum TNI atau polri, maka mereka akan diperlakukan sangat berbeda bahkan dinomor satukan serta diistimewakan tanpa harus ikut mengantri.
Saat itu secara langsung wartawan melihat seorang oknum Polisi datang dan mengambil tilangan dan digratiskan alias tanpa harus membayar. Hal yang sama juga terjadi kepada seorang oknum perwira TNI berpangkat kolonel yang kebetulan mempunyai usaha Metro Mini datang dan mengambil 2 (dua) STNK-nya yang kena tilang hanya membayar denda sebesar Rp.100.000,- , padahal untuk denda tilangnya seharusnya sebesar Rp.175 ribu dan Rp.150 rupiah.
Selain dialami sejumlah warga lainnya, hal ini diamini oleh Suprapto yang juga mengalami perlakuan diskriminatif dari petugas loket tilang jakbar belum lama dari petugas loket tilang jakbar pada dirinya. Atas kejadian tersebut ia pun mengaku tidak puas dan menilai bahwa pelayanan tilang di kantor kejari jakbar memang tidak memuaskan, “selain diskriminatif, petugasnya pun sangat arogan dan tak punya sopan santun, beda tipis dengan preman terminal, ungkapnya.
Suatu ironi dan memperhatinkan melihat yang terjadi di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, bagaimana tidak Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang seharusnya masuk ke kas negara dan menjadi uang negara, ternyata selama ini diotak-atik dan dipermainkan justru oleh mereka sendiri. Lalu siapa yang bertanggung jawab atas hal ini, kalau Kajarinya saja pun tak mau perduli dengan hal yang sepertinya sudah biasa dimata mereka ini. ( AM)
Komentar