BKN Beri Penjelasan Terkait Polemik TWK Dalam Rangka Pengalihan Pegawai KPK Menjadi ASN

JURNALREALITAS.COM, JAKARTA – Badan Kepegawaian Negara (BKN) akhirnya mengeluarkan pernyataan mengenai pelaksanaan asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam rangka pengalihan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi ASN (Aparatur Sipil Negara).

Plt. Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama Paryono mengatakan, pelaksanaan TWK berdasarkan Undang-Undang No. 19/2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan PP No. 41/2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN serta Peraturan KPK No. 1/2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN, telah ditentukan bahwa pegawai KPK akan dialihkan menjadi ASN.

Menurutnya, berdasarkan ketentuan itu telah ditentukan persyaratan Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN, antara lain setia dan taat pada Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Pemerintah yang sah. Tidak terlibat kegiatan organisasi terlarang dan atau putusan pengadilan dan memiliki integritas dan moralitas yang baik.

“Tata caranya diatur berdasarkan Pengalihan Berdasarkan amanat Pasal 5 ayat (4) Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi No. 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK omisi Menjadi Pegawai ASN, maka dilaksanakan asesmen TWK oleh KPK berkerja sama dengan BKN”, jelas Paryono dalam keterangan pers yang diterima JurnalRealitas.com, Sabtu (8/5/2021).

TWK bagi pegawai KPK ini dilakukan terhadap mereka yang sudah menduduki jabatan senior (Deputi, Direktur/Kepala Biro, Kepala Bagian, Penyidik Utama, dll) sehingga diperlukan jenis tes yang berbeda, yang dapat mengukur tingkat keyakinan dan keterlibatan mereka dalam proses berbangsa dan bernegara. Berbeda dengan TWK bagi CPNS maupun PNS.

Maka untuk menjaga independensi dalam pelaksanannya digunaka metode Assessment Center yang juga dikenal sebagai multi-metode dan multi-asesor.

Dijelaskan, multi-metode adalah penggunaan lebih dari satu alat ukur. Dalam asesmen ini dilakukan dengan menggunakan beberapa alat ukur yaitu tes tertulis Indeks Moderasi Bernegara dan Integritas (IMB-68), penilaiaan rekam jejak (profiling) dan wawancara.

Sedangkan multi-asesor yang dilibatkan tidak hanya berasal dari BKN, namun melibatkan asesor dari instansi lain yang telah memiliki pengalaman dan yang selama ini bekerja sama dengan BKN dalam mengembangkan alat ukur tes wawasan kebangsaan seperti Dinas Psikologi TNI AD, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), BAIS dan Pusat Intelijen TNI AD.

Selain itu, kata Paryono, dalam setiap tahapan proses asesmen ini juga dilakukan observasi oleh Tim Observer yang anggotanya tidak hanya berasal dari BKN akan tetapi juga dari Instansi lain seperti BAIS, BNPT, Pusat Intelijen TNI AD, Dinas Psikologi TNI AD dan BIN.

Hal ini semua dimaksudkan untuk menjaga objektivitas hasil penilaian dan untuk mencegah adanya intervensi dalam penilaian, dan dalam penentuan hasil penilaian akhir dilakukan melalui Assessor Meeting.

“Oleh karena itu, metode ini menjamin bahwa tidak ada satu orang asesor pun atau instansi yang terlibat yang bisa menentukan nilai secara mutlak sehingga independensinya tetap terjaga. Dalam pelaksanaan asesmen juga dilakukan perekaman baik secara video maupun audio untuk memastikan bahwa pelaksanaan asesmen dilakukan secara obyektif, transparan dan akuntabel,” kata Paryono.

Dalam melakukan asesmen TWK ini yang diukur mencakup 3 aspek yaitu integritas, netralitas ASN dan anti radikalisme. Integritas dimaksudkan untuk mengukur konsistensi dalam berperilaku yang selaras dengan nilai, norma dan/atau etika organisasi/berbangsa dan bernegara.

Sementara Netralitas ASN dimaksudkan untuk memastikan tindakan yang dilakukan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.

“Dan anti radikalisme dimaksudkan untuk memastikan bahwa peserta tidak menganut paham radikalisme negative, setia dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan pemerintahan yang sah, dan/atau tidak memiliki prinsip liberalisme yang membahayakan kelangsungan kehidupan bernegara,” pungkas Paryono. (ym)