Kebakaran Kilang Pertamina di Indramayu Diduga karena Petir

JURNALREALITAS.COM, INDRAMAYU – Kebakaran Kilang minyak milik PT Pertamina RU VI di Balongan, Indramayu, Jawa Barat, terjadi pada pada Senin (29/3/2021) dini hari. Corporate Secretary Subholding Refining and Petrochemical Pertamina Ifky Sukarya mengatakan, kebakaran diduga akibat petir yang terjadi Senin dini hari.

“Jadi tangki di kilang RU VI Balongan terbakar pada pukul 00.45 WIB dan kebetulan saat itu sedang terjadi hujan besar dan diduga ada petir,” ujar Ifky

Ifki menyebutkan, tangki yang terbakar adalah T300G. Jika dugaan ini benar, bisakah petir mengakibatkan ledakan yang begitu dahsyat seperti di Balongan, Indramayu.

Peneliti petir sekaligus Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof Dr Dipl Ing Ir Reynaldo Zoro mengatakan, bukan tidak mungkin petir menyebabkan ledakan pada kilang minyak.

“Kejadian (kebakaran) karena petir sebenarnya sudah berulang kali terjadi di kilang-kilang minyak instalasi Pertamina,” kata Zoro, Senin (29/3/2021).

Zoro menjelaskan, ini karena jenis petir yang ada di Indonesia berbeda dengan standar keamanan yang dipakai Internasional, di mana standar ini pula yang diterapkan oleh Pertamina.

“Jadi artinya kurang cukup, perlu proteksi yang lebih (untuk kilang minyak terhadap petir),” ujar Zoro.

Petir di Indonesia, dikatakan Zoro, sangat spesifik. Standar Internasional dan karakteristik petir Indonesia Dalam standar kilang minyak Internasional, disebutkan bahwa tangki minyak tidak perlu diberi proteksi tambahan karena tangki terbuat dari metal.

 “Tangki itu kan arus listrik, jadi kalau kena metal (arus listrik) akan hilang,” ujar Zoro yang juga menjadi anggota Badan Standardisasi Petir Dunia- International Electrotechnical Commission (IEC)TC 81: Lightning sejak 1995.

“Ternyata kalau di Indonesia enggak. Karena petir kita ternyata memiliki karakteristik berbeda,” imbuh dia.

Dikatan Zoro, standardisasi Internasional semestinya berlaku untuk melindungi semua negara. Namun, berdasarkan riset yang dilakukannya sejak tahun 1992 menemukan apa yang disebut karakteristik petir tropis.

“Itu berbeda dengan karakteristik petir subtropis yang dijadikan standar Internasional dan menjadi acuan Pertamina sekarang.”

Sementara petir yang ada di negara tropis dan maritim seperti Indonesia, karakteristiknya berbeda. Dikatakan Zoro, karakteristik petir di Indonesia memiliki ekor yang lebih panjang dan amplitudonya lebih tinggi.

“Sehingga bagian tangki yang di atas, kalau kena petir bisa bolong. Kalau sudah bolong, ada (tercipta) segitiga api berupa oksigen, api, dan ada bahan bakar (yang bisa menyebabkan ledakan, Kalau saya lihat dari video, di Balongan ini empat tangki besar yang terbakar. Kalau ada alasan, minyak rembes masuk tangki, itu enggak masuk akal di perminyakan. Namanya kelalaian luar biasa.”

Dikatakan Zoro, pihaknya juga sudah pernah melakukan survei dan evaluasi untuk sistem proteksi pertamina Balongan sejak lama. Namun, evaluasi itu tidak diindahkan karena dianggap tidak perlu ada penambahan proteksi. Hal ini didasari juga oleh belum adanya kejadian ledakan kilang minyak karena petir.

Zoro mengaku, beberapa kilang minyak milik Pertamina di Indonesia memang sudah ada yang diproteksi dari petir.

“Beberapa yang sudah diproteksi adalah beberapa (Pertamina) yang sudah kebakaran,” katanya.

Dia menuturkan, hal ini berbeda dengan kilang minyak yang dimiliki oleh perusahaan asing yang ada di Indonesia. Mereka sejak awal bahkan sudah sadar dengan karakteristik di Indonesia yang berbeda, dan sudah memberi proteksi tambahan.

Menanggapi kejadian ini, Zoro mengaku sudah berkomunikasi dengan Dirjen Pertamina dan menegaskan memang proteksi harus diberikan lebih dari standar Internasional.

“Tadi pak Dirjen bilang, fokus sekarang madamin api dulu. Kalau api sudah padam, kita lakukan evaluasi, Jadi memang kuncinya itu. Petir kita berbeda dengan petir subtropis. Saya tahu, karena saya duduk sebagai panitia standar Internasional,” ungkapnya. (mg)